Minggu, 21 September 2014

surat untuk saudaraku

Kembalilah Palestina, kembalilah
Pada wajah muda yang menatap kedepan
Kaki kaki berlari cepat dibawah matahari pagi
Lalu pada udara yang bersih,
Biarkan kami lihat senyummu
Dari awan dilangit sini kan berjalan ke langit sana
Dan burung camar melintasi laut, sampaikan kabarmu dan keluargamu
Kembalikan Palestina, kembalikan
Wahai rudal jangan merusak langit palestina
Karena Tuhan membenci itu,
tunggulah, burung ababil kiriman Tuhan
Untuk menjatuhkan batu dari neraka pada serdadu kafir
Tunggulah, Tuhan sedang mengumpulkan pasukan terbaik dan terkuat di alam semesta
berjuanglah palestina
Kalian maju bersama seribu malaikat, berjuta ruh suci dari berbagai zaman
Inilah permulaan untuk kemenangan,
Serukan Adzan dan Allah kirim bermilyar pasukan berbagai rupa dari Bumi, langit, dan surga.

Kembalilah Palestina, kembalilah
Air mengalir, langit jernih dan anak-anak riang
Masjidil Aqsa, Hafizh, Adzan, dan semuanya
Kembalilah...

Surat

Hidup hanya sandiwara
Tapi kami bukan wayangmu
Hidup bagai fatamorgana
Tapi kami nyata didepanmu

Satu badan yang berdiri hari ini
Adalah sejuta mulut menganga rakyatmu
Yang hampir mati
2000 orang disini adalah 240juta mata
Rakyatmu yang rabun

Kami tidak mengemis
Kami bukan peminta
Maka tataplah kami
Dari tempat sejajar

sambil mengunyah daging kau bahas kelaparan
Dalam sidang yang tak ada artinya lagi
Kami dipaksa percaya Pancasila
Tapi kau tebas leher burung itu
Hingga ia mati melepas kain bertahta
"Bhinneka Tunggal Ika"

Dulu kutegap berdiri
Bilamana negeri ini dihina siapa mau
Tapi sering aku merunduk sekarang
Karna takut akan badut
Yang perutnya penuh belatung

Kukirim surat ini untuk pemimpin negeri ini
Lupa aku namanya
Dan kutitip do'a untuk burung raksasa
Yang sudah lama mati
Ditebas undang-undang
Yang membunuh kami juga perlahan

Diary Atala (part 2)

Yah, aku abaikan sosok itu. Tapi mataku tak dapat berpaling darinya. Ia sangat mirip denganku. Lalu hening, waktu seakan berhenti. Tiada angin dari kipas angin diatasku atau dari jendela yang terbuka. Tak ada lagi suara murid yang mengobrol. Aku membalikkan badan, dan kulihat sosok itu duduk dibangkuku. Ia juga diam seperti yang lain.
Dan kepalanya menoleh kearahku. Lalu tersenyum. Seketika ada sesuatu yang ingin menarik jantungku. Sakit yang tidak dapat dirasakan. Karena rasa itu bukan berasal dari jasmaniku. Aku meronta, tak ada yang peduli. Karena semua diam. Sekilas orang-orang disekelilingku bagai manekin. Aku mencengkram meja guru dan samar kulihat bayangan hitam mendekat.
"nina bobo oh nina bobo.." lagu itu terngiang ditelingaku. Lalu semuanya gelap.
"Atala, heh kamu tidur ya.." suara bu Jani membuka mataku. Suasana ini, de Javu. Seperti aku pernah mengalaminya. Soal fisika yang belum diisi, Rifa dan Saras yang menertawakan Rosa, semuanya. Aku merasa ini pernah terjadi, tapi aku tidak ingat apapun.
"eng..engga ko bu." jawabku terbata-bata.
"lain kali jangan tidur. Emang ibu gak liat." Bu Jani melirik absensi murid. "Rifa. Kerjakan soal no 12 dipapan tulis."
Rifa tercengang karena haru mengerjakan Soal yang belum pernah dibahas. Dan akupun lebih tercengang, karena merasa aku yang seharusnya maju. Apa yang terjadi? Kenapa semuanya seperti dibolak-balik?

Trotoar jalan Thamrin yang berdebu. Angin meniup dan mempermainkan debu. Segelintir debu masuk ke mataku. Dengan sigap kukucek mataku yang berair. Pelan-pelan kubuka mata, dan sosok yang pernah ada dalam kepalaku berdiri di ujung trotoar.
Matanya menyala, kulit hijau gelap. Ia wanita yang menimang bayi. Tapi itu bukan bayi, itu hanya kain lusuh. "nina bobo.." lagu itu dinyanyikannya perlahan.
Aku berhenti, ingin lari. Tapi secepat kilat wanita itu merangkak hingga kami kini berjarak 3 meter. Di keramaian jalan ini, tak adakah yang menyadarinya? Aku takut. Ia membuka mulutnya yang besar, seolah ingin menghisapku. Aku takut.
"AAAAAAAAAA" aku berteriak hingga wajahku memerah. Namun ketika kubuka mata, sosok itu menghilang. Yang harus kuhadapi kini adalah tatapan orang yang tertuju padaku. Mungkin mereka pikir aku gila. Teriak tiba-tiba dengan wajah memerah. Dan sebagian dari orang yang melihatku adalah teman-teman sekolahku. Aku benci ini

Minggu, 14 September 2014

Diary Atala

Diary Atala
Jika daun disurga yang jatuh tertuliskan namaku, dan malaikat melihatnya. Apakah ia akan mengintaiku sepanjang sisa hariku? aku sadar kapan akan terjadi dan kurasa daunku sudah hampir gugur.
angin menghembuskan ketenangan di kota kecil ini. ribuan pasir berbisik disisi jalan aspal. hariku disekolah, takkan seindah apa yang novel-novel teenlit kisahkan. tak ada teman, atau siapapun yang bisa kupercaya disini, terutama dikelas ini. Tahun terakhir yang harusnya menjadi tahun istimewa sama sekali tak ada artinya. aku tidak tahu apa yang mereka benci dariku, sikapku tidak egois, berbagi, dan tidak pernah memarahi siapapun. Aku bisa mendengar bisik-bisik dan tatapan benci melekat pada setiap wajah mereka. Tuhan, apa yang terjadi? mengapa tidak ada yang menegurku jika aku salah? dan akhirnya aku habiskan waktu hanya untuk belajar dan belajar. ingin rasanya berbagi emosi dengan kawan lain dengan candaan, tapi aku takut mereka tidak menerimaku. maka dari itu aku memilih menyendiri.

bosan berpagut dengan buku penuh teori, kini aku beralih ke handphone. browsing hal-hal menarik, seperti tempat-tempat indah didunia, fakta menarik seputar perbintangan, hingga kejadian-kejadian yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah. dan disitulah awal aku mengenal Astral Projection. sebuah ritual dimana rohmu bisa keluar dari tubuh dan berinteraksi dengan makhluk mistis. aku membaca prosesnya, hampir mirip seperti Lucid Dream. hanya saat step sleep paralysis, jari harus digerakkan sedikit dan cobalah keluarkan rohmu dari badan.
aku tertarik, dan aku mencobanya dirumah, saat tidak ada orang.

ratusan menit aku berusaha menghadapi Sleep Paralysis yang sering menggagalkan tahap A.P ku. Aku sungguh tidak kuat menghadapi fase itu. dan pada percobaan ketiga, aku berusaha sekuat mungkin bertahan dari sleep paralysis. dadaku sesak, ingin ku teriak, badanku berat, lidahku kaku, kucoba menahan nafas. dan, keluarlah aku dari jasad.
fase yang menyakitkan. tapi kini aku bisa melihat diriku yang tertidur pulas, menembus dinding, dan melayang-layang. aku sangat gembira. menghabiskan waktu sepertiga malam untuk hal yang bahkan lebih asik daripada berlibur ke Bandung. kuputuskan untuk segera kembali ke badanku karena 3 jam lagi aku harus bangun. jasad itu seperti sebuah kostum kelinci, akan bisa digunakan bila ada sesuatu yang mengisi dan mengendalikannya. Tapi, kenapa aku tidak bisa memasuki jasadku? aku berusaha membaringkan badan menyamai lekuk tubuh. Tapi seperti ada yang telah menempati jasadku. sekuat tenaga aku menyingkirkan makhluk itu. bukan cuma satu, tapi 2. dan tidak ada sedikitpun rasa takut karena wujudnya yang menyeramkan. aku harus kembali lagi ke jasadku. harus.
kemudian ia menghilang.
hari ini mendung, tidak seperti biasanya. sepatu-sepatu murid berjalan diselasar kelas. banyak canda tawa, maupun senyum memaksa dari wajah bertopeng. benci aku melihatnya. sebuah aura negatif terus membayangi sampai aku tiba didepan kelas. Aku merasakannya, begitu kuat. tulisan dipapan tulis bagai corat-coret yang tidak aku mengerti. Aura itu menggangu pikiranku, aku bertahan dengan menekan kepalaku agar tidak sakit. kemudian guru memintaku untuk mengerjakan soal dipapan tulis. aku tahu tidak akan ada yang memperhatikanku menulis dipapan tulis. mereka semua acuh. Aura itu semakin kuat, hingga tanpa sadar aku terlalu keras menekan spidol saat menulis.
tiba-tiba suara tarikan nafas berat terdengar dari teman-temanku. aku melirikkan mataku dan melihat ada sosok yang menyamaiku sedang menulis dipapantulis sebelah. ia tidak memegang spidol namun tangannya seperti menulis. ia meniru gerakanku. aku berpura-pura tidak melihat dan melanjutkan pekerjaanku.

to be continued...